Langsung ke konten utama

Pecicilan di Gunung Gede

Seneng rasanya sudah dua tahun BMI bertahan di bawah 23, setelah bertahun-tahun berkutat di angka 32. Jadi inget April 2002 yang lalu, saat  lagi gemuk-gemuknya, eh..pecicilan pakai naik gunung segala. Karena terbujuk hasutan sesat dua teman, akhirnya aku ikutan naik gunung Gede.
 ***
Gunung Gede mengangkang antara Kab Cianjur-Kab Sukabumi. Kami bertiga naik lewat taman nasional Cibodas. Waktu itu April, hujan sedang rajin-rajinnya mengguyur bumi Siliwangi. Dengan tinggi 2.958 mdpl, Gede tercacat sebagai gunung ketiga tertinggi di tlatah Pajajaran.

Jumat siang kami sudah sampai di pintu masuk Taman Nasional Gede-Pangrango, Cibodas, setelah 2 jam empet-empetan di angkot Mitsubishi putih dari terminal Baranangsiang Bogor. Sebelum mendaki, kami sempatkan makan.
Pendakian gunung Gede terbilang enak, karena prasarana yang sudah lengkap termasuk plang penunjuk arah. Jadi masuk akal kan kenapa Gede selalu dijejali pengunjung, selain memang pemandangan yang scenery dimana-mana. 
Setelah ngos-ngosan dan terhuyung seperti dewa mabok beberapa jam akhirnya sampai di sumber air panas. Hot Spring ini merembes dari lereng tebing (di sebelah kiri) dan menuruni jurang di sebelah kanan anda, dan bersyukur di kanan dipasang pengaman berupa tonggak-tonggak, walau miring-miring tapi lumayan untuk pegangan.
Lulus sumber air panas, terus jalan sampai ke Kandang Badak, di sini kami ngecamp, aduh ini belum apa-apa kok sudah ngecamp. Dasar pendaki kere, cuma bawa bivak plus kantong tidur doang. Masak mie instan, pakai parafin, dan sial, mieku jatuh . Lagi siap-siap mengeluarkan umpatan kesal, eh tiba-tiba muncul lemur-lemur lucu, mengendus mie yang jatuh, dan dengan rakus memakan mie itu, akhirnya justru bersyukur, ternyata mieku bermanfaat untuk ciptaan lain.
Besoknya baru berangkat ke puncak Gede. Setelah melewati Tanjakan Setan, ketemu dengan vegetasi yang semakin jarang. 
Akhirnya sampai juga di Puncak Gede. Sesekali masih tercium sangit belerang. Sayang waktu itu belum punya kamera digital, sekarang scanner juga gak punya. Gede memang indah walau waktu itu edelweis jawa (anaphalis javanicus) sudah lewat masa berbunganya, ada sih tapi kecil-kecil. 
Setelah puas melihat pemandangan yang membuat sesak nafas saking indahnya, akhirnya turun.

Komentar

Si Amang mengatakan…
akhirnya racun naik gunungnya sukses. Mantap mas..
Tunggulwulung mengatakan…
hiahaha..bener..tq Si Amang..ayo gabung lagi

Postingan populer dari blog ini

Akhir Kisah Hidup Tokoh Film Bumi Manusia

Bumi Manusia, roman karya Pramudya Ananta Toer, merupakan bagian pertama dalam empat novel seri Pulau Buru- Bumi Manusia - Anak Semua Bangsa - Jejak Langkah - Rumah Kaca. Sebuah novel berseting tahun 1898 tentang pertemuan budaya-politik antara negeri jajahan dengan negeri induknya. Tokoh utama digambarkan seorang lelaki muda pribumi yang dididik secara eropa dan mengaguminya kemudian menghadapi kenyataan bahwa negeri terjajah selalu berada pada posisi teraniaya. Sehingga melawan melalui tulisan di koran yang akhirnya merangsang tokoh nasionalisme lainnya menuju pergerakan pra-kemerdekaan Indonesia.  Tahun 2019 Roman ini diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture, disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Minke Tokoh utama, setelah kembali dari pembuangan dari Maluku menghadapi kenyataan bahwa seluruh hartanya termasuk kantor koran di Jalan Naripan Bandung, hotel di kawasan Jalan Kramat Raya, toko alat tulis/kantor di Kwitang Jakarta, rumah tinggal di dekat Kebun Raya Bogo...

Kearifan Kampung Naga

Kampung Naga terletak di tepi jalan Tasikmalaya - Garut, tepatnya di desa Neglasari, Kecamatan Salawu. Menghuni areal seluas 1,5 hektare di tepi kali Ciwulan yang memiliki hulu di gunung Cikuray . Menurut mang Cahyan, pemandu asli kelahiran kampung Naga, kampung ini memiliki pemimpin baik formal maupun informal. Kalau formal ada ketua RT, nah kalau informal (adat) ada Kuncen . Untuk menuju kampung Naga mulanya kita menuruni anak tangga berjumlah 440 dan di sinilah akhir jaringan listrik, karena penduduk kampung ini mempertahankan tidak memakai energi Listrik.  Saat ini memiliki 113 rumah adat. Rumah adat umumnya rumah panggung terbuat dari kayu dan anyaman bambu. Rumah umumnya terbagi menjadi empat bagian yaitu Dapur (dengan pintu berornamen anyaman bambu), ruang tamu (dengan pintu kayu, terkadang ada kacanya), ruang keluarga dan pabeasan (ruang menyimpan padi). Atap rumah terdiri

BLESSING IN DISGUISE

"...tulisannya renyah, selera humornya bukan kaleng-kaleng, mengingatkan saya pada James Herriot, Andrea Hirata, Mahbub Djunaidi dan Slamet Suseno..." (Alexander Zulkarnain-Inspektur Investigasi Kemenkeu sekaligus pegiat sastra Kemenkeu-narasumber pada acara peluncuran buku Gemilang 2021 Kanwil DJP Jakarta Khusus, 30 Maret 2022 ) Blessing In Disguise “Something that seems bad or unlucky at first, but results in something good happening later.”            Begawan John Maynard Keynes [1] bertalu-talu mengingatkan agar pada masa ekonomi sulit, pemerintah perlu manambah belanja dan menurunkan pajak untuk merangsang sisi permintaan supaya mengangkat ekonomi keluar dari depresi. Artinya secara blak-blakan, dia menentang engkongnya sendiri, Adam Smith [2] , karena sinuhun yang kusebut terakhir ini lebih suka memasrahkan penyelesaian depresi ekonomi kepada invisible hand , bahwa ekonomi memiliki kekuatannya sendiri untuk keluar dari masa depresi...