Langsung ke konten utama

Garut, antara dodol dan Swiss van Java

Situ Cangkuang
thanks for reading,
Liburan nyepi jatuh di hari jumat, pantas saja penyakit kluyuranku kumat. Berbekal persiapan seadanya akhirnya kuarahkan stir ke Garut. Garut, begitu mendengarnya tentu terlintas makanan legit dan manis, dodol. Dulu dodol umumnya dibungkus dengan sangat sederhana, namun dalam perkembangannya sekarang dodol telah dipadu dengan coklat misalnya, dibungkus cantik tak kalah dengan coklat pada umumnya.
Garut dulu dikenal sebagai Swiss van Java, mengingat kontur tanhnya yang bergunung-gunung dan tentunya indah. Tak salah memang, ada gunung Cikurai yang mengangkang di bagian selatan barat kota ini, belum lagi Papandayan dan gunung Guntur agak sedikit ke utara. Semoga gelar ini dapat dipertahankan terus di tengah derasnya pembukaan areal baru untuk pemukiman.
Gunung Guntur terbilang eksotis, meskipun gundul, namun tetap memiliki sumber air. Dan ajaibnya airnya menjadi dua sungai, yang satu berair dingin, mengarah ke Citiis, dan satunya panas, mengarah ke Cipanas. Sejak dulu Cipanas telah dikenal sebagai pemandian air panas, dan istimewanya adalah karena kandungan belerangnya sedikit maka lebih nyaman karena tidak bau pesing Sulfur.

Di kiri kanan jalanan Cipanas berjejal hotel, resort dan sejenisnya, tinggal dipilih sesuai budjet yang diinginkan. Panorama terindah bagiku adalah di pagi hari, ketika matahari mulai menyinari puncak gundul gunung Guntur, maka kepala botaknya memantulkan bayangan ke perairan yang banyak terdapat di sekitar Cipanas, semacam cermin raksasa. Jangan lewatkan kesempatan ini, apalagi kalau cuaca sedang cerah.

Selain itu Garut juga memiliki ragam Batik tersendiri. Umumnya bercorak kehijauan atau merah. Walau tak seterkenal saudara tirinya di Jogja sana, namun bolehlah dikoleksi karena unik.

Sempatkan ke Situ Cangkuang, sebuah danau yang ditengahnya ada pulau kecil dan satu-satunya Candi Hindu di Jawa barat yang masih berdiri. memang aneh, Jawa Barat yang pernah dikuasai Kerajaan Hindu sebesar Pajajaran, Pasundan, Kawali malah tak meninggalkan sedikitpun candi / tempat pemujaan Hindu. Entah karena dirusak manusia atau rusak karena alam. Jika rusak karena alam, bagiku aneh karena di Jawa Barat belum pernah di periode itu ada bencana alam besar yang mengakibatkan penduduknya mengungsi, seperti terjadi di kerajaan Mataram Hindu yang mengungsi ke Jawa Timur karena letusan beruntun Gunung Merapi. Jadi rusaknya Candi-candi itu mungkin karena tangan manusia, setelah pengaruh kerajaan Hindu melemah di Jawa Barat.

Candi Cangkuang bertarikh abad VII Masehi, namun baru ditemukan reruntuhannya (itupun hanya berupa pondasinya) sekitar tahun 60-an. Reruntuhan ini dipugar kembali. Di sekitar Candi ini terdapat Kampung adat Kampung Pulo, memiliki desain rumah adat sunda kuno, walau kini atapnya sudah berupa genteng tanah liat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhir Kisah Hidup Tokoh Film Bumi Manusia

Bumi Manusia, roman karya Pramudya Ananta Toer, merupakan bagian pertama dalam empat novel seri Pulau Buru- Bumi Manusia - Anak Semua Bangsa - Jejak Langkah - Rumah Kaca. Sebuah novel berseting tahun 1898 tentang pertemuan budaya-politik antara negeri jajahan dengan negeri induknya. Tokoh utama digambarkan seorang lelaki muda pribumi yang dididik secara eropa dan mengaguminya kemudian menghadapi kenyataan bahwa negeri terjajah selalu berada pada posisi teraniaya. Sehingga melawan melalui tulisan di koran yang akhirnya merangsang tokoh nasionalisme lainnya menuju pergerakan pra-kemerdekaan Indonesia.  Tahun 2019 Roman ini diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture, disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Minke Tokoh utama, setelah kembali dari pembuangan dari Maluku menghadapi kenyataan bahwa seluruh hartanya termasuk kantor koran di Jalan Naripan Bandung, hotel di kawasan Jalan Kramat Raya, toko alat tulis/kantor di Kwitang Jakarta, rumah tinggal di dekat Kebun Raya Bogo...

Kearifan Kampung Naga

Kampung Naga terletak di tepi jalan Tasikmalaya - Garut, tepatnya di desa Neglasari, Kecamatan Salawu. Menghuni areal seluas 1,5 hektare di tepi kali Ciwulan yang memiliki hulu di gunung Cikuray . Menurut mang Cahyan, pemandu asli kelahiran kampung Naga, kampung ini memiliki pemimpin baik formal maupun informal. Kalau formal ada ketua RT, nah kalau informal (adat) ada Kuncen . Untuk menuju kampung Naga mulanya kita menuruni anak tangga berjumlah 440 dan di sinilah akhir jaringan listrik, karena penduduk kampung ini mempertahankan tidak memakai energi Listrik.  Saat ini memiliki 113 rumah adat. Rumah adat umumnya rumah panggung terbuat dari kayu dan anyaman bambu. Rumah umumnya terbagi menjadi empat bagian yaitu Dapur (dengan pintu berornamen anyaman bambu), ruang tamu (dengan pintu kayu, terkadang ada kacanya), ruang keluarga dan pabeasan (ruang menyimpan padi). Atap rumah terdiri

BLESSING IN DISGUISE

"...tulisannya renyah, selera humornya bukan kaleng-kaleng, mengingatkan saya pada James Herriot, Andrea Hirata, Mahbub Djunaidi dan Slamet Suseno..." (Alexander Zulkarnain-Inspektur Investigasi Kemenkeu sekaligus pegiat sastra Kemenkeu-narasumber pada acara peluncuran buku Gemilang 2021 Kanwil DJP Jakarta Khusus, 30 Maret 2022 ) Blessing In Disguise “Something that seems bad or unlucky at first, but results in something good happening later.”            Begawan John Maynard Keynes [1] bertalu-talu mengingatkan agar pada masa ekonomi sulit, pemerintah perlu manambah belanja dan menurunkan pajak untuk merangsang sisi permintaan supaya mengangkat ekonomi keluar dari depresi. Artinya secara blak-blakan, dia menentang engkongnya sendiri, Adam Smith [2] , karena sinuhun yang kusebut terakhir ini lebih suka memasrahkan penyelesaian depresi ekonomi kepada invisible hand , bahwa ekonomi memiliki kekuatannya sendiri untuk keluar dari masa depresi...