Orang Kecil Berniat Besar

thanks for reading,

Ilustrasi

Kisah ini dituturkan seorang kawan padaku di sebuah sore yang syahdu di pantri KPP Badora. Karena setelah kubujuk beberapa kali, tetap saja yang bersangkutan keberatan namanya ditulis, maka sebut saja si
Borsam. Setelah kugarami sedikit dengan imajinasiku ceritanya jadi begini:

***

Indah kawan, indah belaka rasa kemenangan itu. Di sini, di rooftop gedung Maríe Muhammad Kantor Pusat DJP nan gagah, kukibarkan panji bertulis Selamat kepada KPP Badora atas pencapaian realisasi penerimaan pajak 100% tahun 2021 dengan megah. Harapan yang diimpikan selama hampir 4 tahun, akhirnya terbentang dengan agung. Nanti kuceritakan padamu, bagaimana bisa aku pecicilan sampai ke atas sini.

***

Tahun 2020 yang lalu, KPP Badora hanya mampu memetik realisasi penerimaan pajak 96% dari target. Rasanya upaya telah maksimal namun hasil belum final. Jika diminta membuat daftar alasan, mungkin akan ada belasan. Pandemi Covid membuat peluang menyempit. Apalagi Wajib Pajak dengan setoran pajak tahun 2020 terbesar, di tahun 2021 usahanya bubar. Bagaimana nasib penerimaan pajak di tahun 2021 ini? Rasa was-was menggerus asa sampai amblas.

Awal 2021 ini seorang ekonom senior meramalkan Tax Ratio 2021 akan longsor. Katanya penerimaan pajak naik lebih lambat daripada peningkatan Produk Domestik Bruto[1]. Sejak pagi sudah kudaraskan doa tolak bala, kalau tidak tiga kali malah empat kali, semoga tahun 2021 keberuntungan bersama KPP Badora.

Medio 2020, KPP Badora mendapat amanat untuk melakukan ekstensifikasi penerimaan PPN kepada Pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Bukan jenis pajak baru, namun tata caranya saja yang anyar. Misalnya dahulu ketika konsumen di dalam negeri membeli software, game, digital music dari luar negeri, maka konsumen itu sendiri yang harus menghitung dan membayar PPN secara mandiri ke bank, repot. Namun sekarang cukup satu klik saat belanja software, game, digital music dari luar negeri tersebut, sekaligus sudah membayar PPN nya, karena si penjual telah ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Masa awal ekstensifikasi itu, banyak PPMSE menolak untuk ditunjuk sebagai pemungut PPN. Alasannya lumrah karena biaya administrasi bertambah, isian invoice berubah, plus ekstra gaji karyawan khusus yang menangani pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN PMSE. Bahkan ada satu calon pemungut yang datang ke KPP Badora dengan membawa staf bagian corporate legal. Mereka menyatakan bahwa definisi invoice dalam beleid yang mengatur penunjukan pemungut PPN PMSE itu tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Sehingga tidak seharusnya si calon pemungut tersebut ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Ada juga yang mengelak dengan alasan bisnis mereka tidak hanya di Indonesia, namun juga menjual jasa hospitality ke seluruh dunia, sehingga tidak mungkin menuliskan kata “PPN” yang berbahasa Indonesia dalam invoicenya. Nah dalam beleid tentang penunjukan Pemungut PPN tersebut tidak ada istilah Inggrisnya dan kalaupun ada, apakah di negara lain namanya juga sama.

Lambat laun, satu demi satu calon bersedia ditunjuk. Namun kendala sepertinya masih merajalela. Ada-ada saja tetek bengek yang terjadi, misalnya penyetoran dana hasil pemungutan PPN dari bank di luar negeri ternyata tidak dapat diproses oleh bank di Indonesia, sehingga dikembalikan ke bank asal. Kode billing yang dibuat sebagai sarana penyetoran PPN ternyata telah kadaluarsa. Dana yang dikirim dari luar negeri ternyata tidak disertai fee admin bank, ditambah kendala waktu, yakni di sini siang, di mereka bisa jadi pagi buta karena berada di belahan dunia lain. Berkat kesabaran para ratu PMSE, itu sebutanku untuk AR yang menangani WP Pemungut PPN PMSE, akhirnya jalin jemalin keruwetan itu satu persatu terurai. Rupiah tidak mengingkari jerih payah. Hasilnya mulai kelihatan, semula milyaran kemudian meningkat menjadi triliunan.

Kuingat Bapak Kepala Kantor mengatakan, “kemenangan itu bukan berarti  harus berhasil dalam setiap pertempuran, namun bagaimana bangkit setiap kali terjatuh, begitu petuah penakluk separuh dunia, Napoleon Bonaparte, kalau kau mau tahu.”

Tanggal 27 November 2021, akhirnya KPP Badora berhasil menembus realisasi penerimaan 100% dari target. Semua orang bergembira, bahkan cicak di lubang angin di pojok sana ikutan tertawa ria. Rasanya mulai saat ini hidup akan lebih mudah. Kerupuk dalam blek biru di ruangan yang selama ini tak dihiraukan kelihatan lebih renyah. Namun itu bagi orang lain, tidak bagiku. Mengapa?

Secara Kantor memang realisasi penerimaan sudah melebihi 100%, namun seksiku belum. Orang lain sudah finish, kami masih miris. Walau sudah mendapat infus rasionalisasi target per Seksi namun tiba-tiba keluar restitusi 100 Miliar. Harapan seketika ambyar. Eh ternyata masih ada lagi tambahan 11 Miliar yang keluar. Kerupuk yang renyah tadi mendadak hambar.

Namun aku bekerja dengan orang-orang hebat, mereka tidak berhenti berusaha dan bermunajat. Saat itu sudah akhir minggu ketiga Desember 2021, tutup tahun kurang 168 jam lagi, realisasi penerimaan seksiku masih berkutat di angka sembilan puluh sembilan persen. Berita buruknya adalah PPN yang diharapkan jatuh tempo di akhir bulan Desember ini di Seksiku bukanlah yang secara historis besar-besar setorannya. Deg-degan.

Tak putus dirundung takjub aku melihat mereka bekerja. Mulai hal-hal sederhana sampai yang runyam. Dan sesuatu yang ajaib terjadi, tak dinyana surat kepada WP beberapa waktu yang lalu terkait Faktur Pajak atas transaksi dengan Pemungut PPN yang belum disetor ternyata ditanggapi, dan dibayar oleh perusahaan pemegang monopoli listrik dan minyak bumi itu. Ditambah setoran PPN PMSE akhirnya 25 Desember 2021 malam seksiku juga mencapai garis finish 100%. Bersamaan dengan DJP secara Nasional mencapai 100% realisasi penerimaan. Lega.

Kesokannya mendadak tanpa alasan yang jelas, untuk merayakan itu semua akhirnya aku ingin ke rooftop Gedung Maríe Muhammad Kantor Pusat DJP dengan naik tangga. Ha? Naik tangga? Kan ada lift? Kurang kerjaan. Bukan hanya kurang kerjaan tapi juga sinting. Kata bapak kepala kantor itu adalah penyakit gila nomor empat, ada alat tapi tidak digunakan, ibarat ada perahu masih saja nekat menyeberang sungai dengan berenang, ada lift tapi naik tangga.

Jalan pelan-pelan menapaki tangga, naik lantai demi lantai, aku sudah lupa ini lantai yang ke-26 atau ke-27, pantas nafas sudah ngap-ngap apalagi muka telah pucat, hampir tunduk oleh bisikan asam laktat. Inilah ganjarannya untuk orang sok kuat. Akhirnya sampai juga ke rooftop Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP. Sebenarnya mataku sedikit berkunang-kunang.

Di sini, di rooftop Gedung yang mengurusi dompet pemerintah, ku kibarkan spanduk 100% Badora yang mendebarkan itu. Sontak teringat aku kepada iparmu yang tiap hari posting anti pemerintah di medsosnya. Tak malu kukatakan padamu, dompet itu nantinya akan digunakan untuk membiayai kesejahteraan masyarakat termasuk ongkos vaksin Bacillus Calmette–Guérin[2] untuk iparmu yang paru-parunya bengek itu. Camko haa.

Kaos polo yang kukenakan bertulis angka sakral 053 (Kode KPP Badora) di bagian kiri dadanya. Senang, haru, bangga, sambil berteriak-teriak kata-kata yang aku sendiri tidak paham. Sesudah puas, aku menuju pinggiran rooftop, melihat ke bawah, ternyata tinggi sekali. Bus Transjakarta di Jalan Gatot Subroto seperti hanya seukuran roti tawar saja. Lamat-lamat kelihatanlah tiga pucuk Cemara di bawah sana, bergoyang diterpa angin, seperti mengangguk-angguk, bersekongkol sambil mengejek, iya, iya Borsam, kamu memang gila.

***

 



[1] PDB tahun 2020 15.434T, jika sd TW 3 tahun 2021 PDB 12.471T maka proyeksi PDB 2021 16.629T atau naik 7,7%. Pendapatan pajak pusat Tahun 2020 1.069T, sd 25 Des 2021 pendapatan pajak 1.229T atau naik 14.9%, sehingga analisa bahwa pendapatan pajak naik lebih lambat daripada peningkatan PDB adalah tidak benar (diolah dari PDB angka berlaku dari bps.gp.id)
[2]
Vaksin penyakit TBC (Tuberkolusis)

Komentar

Postingan Populer