Karangan Bunga di depan gereja |
Yang kuingat tentang Pdt. Ferdinand Suleeman:
1. Soal Musik, jangan ditanya lagi:
a. Boksu jago main Violin, di suatu Ibadah Minggu, pada
Saat Hening, beliau memainkan komposisi violin karya komponis asal Perancis, Jules
Massenet berjudul Thais Meditation (1894). Aslinya komposisi ini adalah instrumen
dalam opera, penuh dengan perubahan dinamika dari Pianissimo ke Fortissimo,
lalu tetiba Pianissimo lagi, bertebaran Ritardando kemudian A Tempo. Kejadian lucu waktu
itu adalah ketika Jemaat terlanjur bertepuk tangan karena mengira sudah sampai
di akhir lagu namun sebenarnya belum, masih tersisa beberapa birama lagi.
Komposisi indah ini terkenal misalnya versi Itzhak Perlman, bisa dicek di internet.
b. Masih tentang Violin, di suatu kothbah ibadah
minggu lainnya, Pdt. Ferdi menyebut seorang virtuoso violin, namanya Nicolo Paganini
(1817), yang menggubah karya indah namun maha ribet berjudul Caprice No. 24. Bisa
jadi ini adalah pionir musik metal karena speed yang luar biasa cepat dengan
notasi blingsatan dari dawai G ke senar E. Bertempo Allegro dengan Notasi garis
dua di hampir semua Notnya. Saat itu Boksu bercerita bahwa Violin milik Paganini sekarang
berada di museum, dan karena tidak pernah digunakan lagi, justru kondisinya rusak. Saat kothbah
itu Boksu menggunakan Violin Paganini sebagai ilustrasi bahwa Iman tanpa
perbuatan adalah mati.
c. Selain violin ternyata pak Ferdi ahli main Clarinet, alat musik tiup yang biasanya terbuat dari kayu berwarna hitam, berbasis reed tunggal (penggetar dari bambu khusus). Waktu itu beliau bersedia mengiringi Bel Canto Choir lagu “O Sacred Head, Now Wounded” (Kepala Yang Berdarah) arr John Leavitt. Karena Partitur Clarinet yang saya kasih sangat kecil fontnya, maka cukup menyulitkan bagi pemakai kacamata seperti beliau, namun Pelayanan saat itu berjalan lancar.
2. Soal sejarah gereja apalagi:
a. Nah ini yang saya suka, Pdt. Ferdi dalam
kothbahnya sering menyebut nama-nama dalam sejarah gereja, misalnya Irenaeus of
Lyon yang di tahun 180 menulis risalah berjudul Adversus Haereses (melawan
bidat-bidat), saat itu Santo Irenaeus heran mengapa sepeninggal para Rasul, mulai
bermunculan injil-injil lain yang tidak dikenal sebelumnya (palsu), padahal sewaktu Ireaneus masih muda dan berguru kepada eyang Santo Polycarp of Smyrna (yang adalah murid langsung dari Yohanes rasul), para
tetua gereja saat itu hanya mengajarkan 4 injil saja yaitu Matius, Markus,
Lukas, Yohanes. Seperti quote Santo Irenaeus yang mahsyur itu: ”Sebagaimana keempat
arah mata angin, demikian juga hanya empat injil inilah yang rasuli.”
b. Atau ketika Boksu mengisahkan peristiwa skisma
besar tahun 1054 (sd saat ini angka 1054 masih menjadi profil WA saya selama lebih 5 tahun). Lebih karena
kesulitan komunikasi dan halangan geografi antara gereja barat dan gereja timur,
yang dipuncaki dengan peristiwa penyisipan kata “Filioque” dalam Pengakuan iman
Nicea (Konstantinopel) oleh gereja barat yang membuat gereja Ortodox Timur tidak
berkenan.
c. Untuk sejarah gereja di Indonesia, kothbah beliau juga tak kalah menarik, misalnya ketika menyebut Penginjil asli jawa bernama Kyai Sadrach (lahir 1835an), berkarya di Jawa Tengah, menginjil dari kampung ke kampung. Sampai saat ini Gereja Kyai Sadrach masih berdiri di Purwokerto, bangunannya justru lebih mirip masjid. Kyai Sadrach pernah menjadi murid dari seorang penginjil bernama Kyai Tunggulwulung. Kyai Tunggulwulung menjadi Kristen justru di tempat tak lazim, yakni di kaki gunung Kelud, setelah mendapat jawaban dari pertanyaan apakah yang dimaksud “ditandur saiki dipethik wingi” (ditanam sekarang, dipanen kemarin). Bahwa yang mampu melintas waktu seperti itu hanyalah sang Kristus, karena Kristus ada sebelum segala sesuatu ada. Lebih lanjut Boksu menyarankan kalau ingin mendalami sejarah bisa membaca buku karya Th. Van den End, Ragi Carita.
3. Soal Bahasa asing, ga heran:
Tentang Bahasa Inggris, beliau adalah dosen Bahasa
Inggris Teologia, tentang Bahasa Mandarin, beliau pernah tinggal di negeri
tirai bambu selama 3 bulan untuk mempelajarinya, soal Bahasa Yunani, nah ini:
Di suatu kothbah
ibadah minggu Pdt. Ferdi menerangkan bahwa bahasa asli Kitab Perjanjian Baru
adalah Yunani Koine. Kemudian beliau menyebut ayat alkitab, “Ego eimi he hodos
kai he aletheia kai he zoe.” Hayo, apakah jemaat ada yang tahu ayat ini? Terkenal,
sering dikutip oleh umat Kristen dimana-mana, lanjut beliau. “Akulah jalan dan kebenaran
dan hidup” itulah terjemahnya (Yohanes 14 ayat 6b). Baru tahu ternyata “hodos”
berarti “jalan”, “aletheia” bermakna “kebenaran” dan yang kuingat justru “zoe”
(hidup) merupakan akar dari istilah bahasa inggris “zoo.” (kebun kehidupan,
kini kebun binatang). Tadinya saya berpikir “hodos” berarti “majalah” karena
dulu GKI Bektim punya Majalah Hodos.
Komentar