Mbeledug

thanks for reading,

Ilustrasi: dari Mark Hyde
    Tengoklah namanya itu. Cantik nan lentik. Pinggangnya ramping, jemarinya tirus, kepalanya sedikit mendongak, anggun dihias bandana jingga kemerahan, cerah. Para santri Carolus Linnaeus[1] menamainya Delonix regia. Aku memanggilnya pohon Flamboyan, ratu para kembang. Tumbuh tinggi di halaman kantor. Umumnya berbunga saat pergantian musim hujan ke musim kemarau, entah mengapa Desember 2021 ini dia bersolek genit. Berasal dari keluarga Fabaceae yang murah hati. Aku sering meneduh di bawahnya. Namun nama cantik belum tentu elok tingkahnya.

***

            Prevention of Tax Treaty abuse, pencegahan penyalahgunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, menyebutnya saja sudah terbata-bata, apalagi memahaminya, bisa-bisa kena sawan. Buat kawan yang belum tahu, itu adalah langkah aksi nomor 6 BEPS[2], adalah upaya menangkal perencanaan pajak perusahaan global yang memanfaatkan celah dan kelemahan aturan pajak, yang berupaya mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi pemajakan rendah untuk menghindar pajak seenak perutnya sendiri.

            Seorang Account Representative, mas Langgeng, asli kelahiran negeri Kanjeng Sunan Gunung Jati, menjelaskannya padaku,”iya pak, setelah isun[3] teliti, Wajib Pajak ini memecah proses bisnisnya menjadi dua segmen, dimana satu segmen didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-Amerika Serikat. Padahal seluruh dunia termasuk tiang bendera saja tahu bahwa perusahaan itu bergerak di bidang Jasa kelogistikan pengiriman paket global, bukan hanya penerbangan”. Pengetahuan perpajakan internasionalku yang masih dalam taraf mengharukan, terseok-seok mencernanya.

            Sebagaimana kawan-kawan mahfum, Pasal 9 itu  mengatur bahwa keuntungan atas pengoperasian transportasi udara dalam rute internasional, hanya dipajaki di negara dimana manajemen efektif berada. WP ini berasal dari negeri paman Sam, di Indonesia seolah hanya melakukan usaha penerbangan internasional dengan rute internasional, maka sesuai Tax Treaty hak pemajakan berada di Amerika Serikat. Padahal WP ini merupakan perusahaan yang dikenal di seluruh dunia yang bergerak di bidang jasa kelogistikan pengiriman paket global. Dalam proses bisnisnya di Indonesia, WP “memecah”usahanya menjadi dua kaki. Kaki kiri dijalankan oleh pihak ketiga yang mengurusi jasa kelogistikan lokal, pengiriman paket, pergudangan, sementara kaki kanannya berupa Bentuk Usaha Tetap, hanya mengurusi transportasi udara rute internasional, yaitu mengangkut barang paket dari dan ke Indonesia. Kau tahu kan tujuan kaki kanan itu?

            Tak lain adalah untuk memanfaatkan Tax Treaty Pasal 9 itu. Pihak ketiga yang menjadi kaki kiri tadi dalam menjalankan bisnisnya memakai logo, intangible asset, system milik kaki kanan. Untuk kemudian kaki kiri mentransfer fulus atas jasa inbound, outbound, pemaketan, pengurusan kargo darat dan udara kepada kaki kanan. Sehingga sebenarnya keuntungan atas usaha yang dilakukan kaki kanan di Indonesia tidak sekedar dari jasa transportasi udara/penerbangan rute internasional. Sungguh repot menulis ini, aku sendiri suka tertukar kaki kiri kanan itu.

            Tak hanya lihai melihat celah Tax Treaty, WP ini jitu menerapkan siasat SunTzu, dosen tingkat lanjut Seni Perang, “all war is deception.” Artinya selama ini mereka telah berhasil memperdaya kami dengan seolah mengidentifikasi diri sebagai perusahaan transportasi udara dengan rute internasional sehingga sesuai aturan yang ada tak dipajaki di Indonesia.

            Konseling beberapa kali dengan WP menemui jalan buntu, karena masing-masing pihak memiliki dalilnya sendiri, sehingga tidak ada titik temu. Ditambah saat itu pandemi Covid sedang melangit, sehingga pertemuan secara fisik sulit. Arti generiknya mandeg, susah.

            Untuk melawan strategi perang itu, karena sudah kebingungan, teringatlah aku pada nasehat Bang Haji Rhoma Irama, yang dengan gitar Steinberger buntungnya melantunkan:    

Dengan bekerjasama yang susah jadi mudah,
Begitu harusnya kita bekerja,
Rambate rata hayo.

            Iya kerjasama. Setali tiga uang, mas Langgeng juga berpendapat sama, untuk mengurai kasus ini kami mesti bekerjasama dengan Fungsional Pemeriksa Pajak. WP itu dimasukkan ke Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan. Fungsional Pemeriksa Pajak menerima tongkat estafet dengan cekatan, berlari tanpa melihat kiri-kanan, berpacu dengan target penyelesaian pemeriksaan. Di akhir November mereka memberi kabar baik, bahwa telah menerbitkan ketetapan pajak sekira 100 miliar rupiah lebih, itu baru untuk satu tahun pajak saja. Kabar buruknya WP memang tidak setuju atas hasil pemeriksaan itu, sehingga kami perlu menyiapkan amunisi tambahan saat mereka keberatan, dan tenaga badak saat mereka banding di pengadilan pajak. Sekantor sudah siap lari marathon.

            Sabtu 25 Desember 2021, Seksiku terengah-engah berhasil menyentuh pita finish di angka 100,06%, tipis namun rasanya manis. Tahu-tahu, Rabu 29 Desember 2021 WP yang diperiksa oleh Fungsional Pemeriksa Pajak itu menyetor ketetapan pajak 100 Miliar rupiah lebih. Mbeledug.

***

            Hari ini Kamis 30 Desember 2021, diadakan acara syukuran pencapaian kinerja sekanwil di lapangan basket, aku melihat keriaan acara itu dari kejauhan sambil meneduh di bawah pohon Flamboyan yang anggun ini. Sambil mematut-matut diri, membayangkan betapa canggih tax planning yang dilakukan WP. Namun aku lebih terpana lagi kepada AR dan Fungsional yang berhasil membongkar praktek tak elegan itu. Rumit dan sekolahan sekali. Tak lepas aku dirundung takjub.

            Tanpa aba-aba angin berhembus kuat, menggoncang pucuk pohon tinggi ini, tiba-tiba terdengar suara krasak, srot, blethak. Tak sempat menghindar, kepalaku kejatuhan buah pohon keluarga polong-polongan ini. Bentuknya panjang, berbongkol-bongkol mirip seperti lanjaran petai, untung saja aku memakai topi. Aku curiga, segera kubuka Buku Saku Pintar IPA Sekolah Dasar, dan ternyata benar Delonix regia tak semanis dan senaif namanya. Baru kutahu Delonix diturunkan dari Bahasa Yunani Delos yang berarti mencolok dan Onyx yang bermakna cakar. Kepalaku sedikit benjol.          

            Walaupun Charles Darwin[4] mengaku dirinya keturunan Trachypithecus auratus, semacam makhluk telanjang berbulu banyak yang suka memanjat pohon, setidaknya ada satu maklumatnya yang aku percaya, “great is the power of misinterpretation.” Sambil mendongak ke atas, tangan kiri berkacak pinggang, tangan kanan mengurut kepalaku sendiri, kutengok pohon Flamboyan kurang ajar ini, selama ini aku telah salah menilaimu hai kau pohon cakar sialan.

 



[1] Bapak ilmu Taksonomi modern berasal dari Swedia
[2] Base Erosion Profit Shifting refers to tax planning strategies used by multinational enterprises that exploit gaps and mismatches in tax rules to avoid paying tax (OECD, 2013)
[3] Aku, saya, kata ganti orang pertama, sebutan diri orang Cirebon
[4] Penggagas teori evolusi, pengarang buku kontroversial On the Origin of Species by Means of Natural Selections

Komentar

Unknown mengatakan…
Hanya 2 kata yang pantas diucapkan "Mantap dan luar biasa". Kerja keras yang tidak mengenal lelah akhirnya membuahkan hal yang manis di akhir. Selamat untuk penulis dan tokoh yang berasal dari cirebon ini. Sungguh hasil pemikiran yang luar biasa di ikuti dengan langkah yang luar biasa pula.

Postingan Populer