Langsung ke konten utama

Rafting Cicatih


"...mwang tan hanani baryya baryya shila.
irikang lwah tan pangalapa ikan sesini lwah..."  

begitulah sepenggal bunyi prasasti yang diteken Prabu Jayabupati, raja Sunda tahun 1030 M. Kata ahli sastra kuno artinya kurang lebih: 

"...Tidak ada seorangpun yang boleh melanggar aturan ini. 
Di bagian sungai ini tidak boleh menangkap ikan..." 
Prasasti ini ditemukan di tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi dan sekarang tersimpan di Museum Nasional, Jakarta. Baiklah Prabu, aku ke sungai Cicatih ini bukan untuk mancing, cuma main rakit saja, boleh kan?

Trip ini terbilang rame-rame tidak seperti biasanya, 115 orang rombongan, tak kurang dari 3 bus besar diperlukan. Berangkat dari Jakarta, Sabtu pukul 06.00 perjalanan lancar-lancar saja sampai di simpang tajur arah Sukabumi. Nah mulai dari sinilah perjuangannya, menembus macet terutama di pasar Cicurug. 

Sementara di atas sana Stratus masih aja berpelukan dengan Cumulus, tak pelak gerimis terus membasahi bumi Sunda ini. Akhirnya tim berhasil sampai di Meeting Point pukul 10.00.

Karena alasan keamanan akibat debit air yang meningkat, maka Trip yang sedianya memakai jalur 12 km diubah 9 km, trip dimulai pukul 11.00. Banyak diantara peserta yang takut, tapi karena guide berpengalaman dan tersedia tim rescue, semua akhirnya mau nyebur.

Biawak, orang Sunda menyebutnya Bayawak (Varanus Salvator) berjemur di tepi tebing sungai, mungkin sedang menunggu mangsa ketika rakit kami menabrak batu cadas itu. Batu Cadas setinggi 20 meter di pinggir sungai, mungkin karena erosi sehingga terpisah dari  induknya bibir sungai membentuk gundukan tersendiri, seperti pulau James Bond di Phuket. Batu ini terletak tak jauh dari Jembatan Kampung Jeram. Sayang, kamera harus dititipkan sehingga tak bisa ambil gambar.

Setelah melewati celah sempit di antara batu cadas itu, rakit kembali ke tengah sungai.  Rakit kami selamat melaju dari satu jeram ke jeram lainnya, sampai suatu ketika kami mengambil sebelah kanan jeram tetapi karena tak patuh perintah instruktur, rakit yang seharusnya maju malah berputar arah dan menubruk batu. Rakit miring ke kiri dan setangahnya sudah terbenam air, dua teman di depanku tiba-tiba tertampar arus dan lepas dari rakit. Hanya dalam 2 detik dua teman tadi sudah hanyut terseret arus jauh di depan sana. Dan diselamatkan tim rescue setelah beberapa kali menelan air sungai. Akhirnya kami dapati moral  dari rafting ini yaitu kerjasama dan mematuhi perintah instruktur.





Komentar

Komunitas Tegal mengatakan…
seru juga mas, kalau ada lagi mauuuuuuuuuuu
Tunggulwulung mengatakan…
ayo di serayu bagus katanya

Postingan populer dari blog ini

Akhir Kisah Hidup Tokoh Film Bumi Manusia

Bumi Manusia, roman karya Pramudya Ananta Toer, merupakan bagian pertama dalam empat novel seri Pulau Buru- Bumi Manusia - Anak Semua Bangsa - Jejak Langkah - Rumah Kaca. Sebuah novel berseting tahun 1898 tentang pertemuan budaya-politik antara negeri jajahan dengan negeri induknya. Tokoh utama digambarkan seorang lelaki muda pribumi yang dididik secara eropa dan mengaguminya kemudian menghadapi kenyataan bahwa negeri terjajah selalu berada pada posisi teraniaya. Sehingga melawan melalui tulisan di koran yang akhirnya merangsang tokoh nasionalisme lainnya menuju pergerakan pra-kemerdekaan Indonesia.  Tahun 2019 Roman ini diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture, disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Minke Tokoh utama, setelah kembali dari pembuangan dari Maluku menghadapi kenyataan bahwa seluruh hartanya termasuk kantor koran di Jalan Naripan Bandung, hotel di kawasan Jalan Kramat Raya, toko alat tulis/kantor di Kwitang Jakarta, rumah tinggal di dekat Kebun Raya Bogo...

Kearifan Kampung Naga

Kampung Naga terletak di tepi jalan Tasikmalaya - Garut, tepatnya di desa Neglasari, Kecamatan Salawu. Menghuni areal seluas 1,5 hektare di tepi kali Ciwulan yang memiliki hulu di gunung Cikuray . Menurut mang Cahyan, pemandu asli kelahiran kampung Naga, kampung ini memiliki pemimpin baik formal maupun informal. Kalau formal ada ketua RT, nah kalau informal (adat) ada Kuncen . Untuk menuju kampung Naga mulanya kita menuruni anak tangga berjumlah 440 dan di sinilah akhir jaringan listrik, karena penduduk kampung ini mempertahankan tidak memakai energi Listrik.  Saat ini memiliki 113 rumah adat. Rumah adat umumnya rumah panggung terbuat dari kayu dan anyaman bambu. Rumah umumnya terbagi menjadi empat bagian yaitu Dapur (dengan pintu berornamen anyaman bambu), ruang tamu (dengan pintu kayu, terkadang ada kacanya), ruang keluarga dan pabeasan (ruang menyimpan padi). Atap rumah terdiri

BLESSING IN DISGUISE

"...tulisannya renyah, selera humornya bukan kaleng-kaleng, mengingatkan saya pada James Herriot, Andrea Hirata, Mahbub Djunaidi dan Slamet Suseno..." (Alexander Zulkarnain-Inspektur Investigasi Kemenkeu sekaligus pegiat sastra Kemenkeu-narasumber pada acara peluncuran buku Gemilang 2021 Kanwil DJP Jakarta Khusus, 30 Maret 2022 ) Blessing In Disguise “Something that seems bad or unlucky at first, but results in something good happening later.”            Begawan John Maynard Keynes [1] bertalu-talu mengingatkan agar pada masa ekonomi sulit, pemerintah perlu manambah belanja dan menurunkan pajak untuk merangsang sisi permintaan supaya mengangkat ekonomi keluar dari depresi. Artinya secara blak-blakan, dia menentang engkongnya sendiri, Adam Smith [2] , karena sinuhun yang kusebut terakhir ini lebih suka memasrahkan penyelesaian depresi ekonomi kepada invisible hand , bahwa ekonomi memiliki kekuatannya sendiri untuk keluar dari masa depresi...