Langsung ke konten utama

Curug Maribaya


Delonix regia, begitulah ahli taksonomi memanggilnya. Indah tak terperi bukan?  Merah cerah bunganya, kontras  bertengger dipucuk daun-daun hijau mudanya yang berjajar seperti sisir. Apalagi kalau kau lihat kanopinya sekitar mei-juli dari atas bukit. Orang Inggris menyebutnya Royal poinciana, Royal berarti ratu, Poinciana diturunkan dari nama Gubernur St Christophe abad 17 Phillipe de Poincy yang membawa bunga ini ke benua Amerika. Rajanya bunga, ya memang Regia berarti raja. Orang Benggali malah menyebutnya Krishnachura (mahkota Krisna), banyak lagu dan puisi telah digubah untuknya. Bahkan ada universitas dan Negara yang menjadikannya lambang resmi. Namun aku lebih mengenalnya sebagai bunga Flamboyan. Bunga  cantik dari keluarga Fabaceae inilah yang memayungi sepanjang jalan setapak menuju Curug Omas Maribaya.
***  

Berbekal penasaran kecantikan Maribaya maka Sabtu ini, pagi-pagi benar bergegas dari Jakarta ke Lembang. Setelah menyusuri Jalan Setiabudi, Bandung jalan terus ke arah Pasar Lembang. Ikuti petunjuk arah ke Maribaya. Pintu masuk utama kawasan curug yang dikelola oleh Taman Hutan Raya Ir Juanda ini telah menyediakan parkir yang cukup untuk 40 mobil.

Tarif karcis cukup bersahabat Rp7.500 per orang. Begitu melintas pintu masuk langsung disambut pohon Flamboyan yang indah itu.

Jalanan menurun menuju curug telah disemen dengan baik. Sesekali Kera Ekor Panjang (Macaca  fascicularis) tampak bergelantungan di pohon-pohon sambil membawa makanan disela-sela pipinya. Juga Perenjak Jawa (Prinia flaviventris) terdengar kicauan cerewetnya di pucuk pohon.  Setelah melewati semacam pondok, lamat-lamat gemuruh air terdengar.  Jalan semakin curam menurun tetapi jangan khawatir karena trek telah ditata dengan baik.  

Di atas curug terdapat jembatan besi yang menghubungkan kedua sisi sungai. Spot terbaik untuk menikmati curug ini bukan di jembatan ini tetapi di jembatan pandang tak jauh dari lokasi curug. Gemuruh air jatuh ke dalam lembah, tak kurang dari 30 meter tingginya. Buih-buih air terpantul-pantul dibawah sana. Sangat eksotis. Sesekali titik-tik kecil air beterbangan sampai ke jembatan pandang ini membasahi topimu.

Selain Curug, anda bisa menikmati rindangnya hutan hujan tropis yang selalu hijau sepanjang musim.

Komentar

Amanda putri Aditya mengatakan…
Amanda : Horee kita ntar jala2 ke mana lagi
Citra mengatakan…
Baca judulnya sempat agak bingung. saya kira daerah Maribaya yg ada di tegal, he he he

Postingan populer dari blog ini

Akhir Kisah Hidup Tokoh Film Bumi Manusia

Bumi Manusia, roman karya Pramudya Ananta Toer, merupakan bagian pertama dalam empat novel seri Pulau Buru- Bumi Manusia - Anak Semua Bangsa - Jejak Langkah - Rumah Kaca. Sebuah novel berseting tahun 1898 tentang pertemuan budaya-politik antara negeri jajahan dengan negeri induknya. Tokoh utama digambarkan seorang lelaki muda pribumi yang dididik secara eropa dan mengaguminya kemudian menghadapi kenyataan bahwa negeri terjajah selalu berada pada posisi teraniaya. Sehingga melawan melalui tulisan di koran yang akhirnya merangsang tokoh nasionalisme lainnya menuju pergerakan pra-kemerdekaan Indonesia.  Tahun 2019 Roman ini diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture, disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Minke Tokoh utama, setelah kembali dari pembuangan dari Maluku menghadapi kenyataan bahwa seluruh hartanya termasuk kantor koran di Jalan Naripan Bandung, hotel di kawasan Jalan Kramat Raya, toko alat tulis/kantor di Kwitang Jakarta, rumah tinggal di dekat Kebun Raya Bogo...

Kearifan Kampung Naga

Kampung Naga terletak di tepi jalan Tasikmalaya - Garut, tepatnya di desa Neglasari, Kecamatan Salawu. Menghuni areal seluas 1,5 hektare di tepi kali Ciwulan yang memiliki hulu di gunung Cikuray . Menurut mang Cahyan, pemandu asli kelahiran kampung Naga, kampung ini memiliki pemimpin baik formal maupun informal. Kalau formal ada ketua RT, nah kalau informal (adat) ada Kuncen . Untuk menuju kampung Naga mulanya kita menuruni anak tangga berjumlah 440 dan di sinilah akhir jaringan listrik, karena penduduk kampung ini mempertahankan tidak memakai energi Listrik.  Saat ini memiliki 113 rumah adat. Rumah adat umumnya rumah panggung terbuat dari kayu dan anyaman bambu. Rumah umumnya terbagi menjadi empat bagian yaitu Dapur (dengan pintu berornamen anyaman bambu), ruang tamu (dengan pintu kayu, terkadang ada kacanya), ruang keluarga dan pabeasan (ruang menyimpan padi). Atap rumah terdiri

BLESSING IN DISGUISE

"...tulisannya renyah, selera humornya bukan kaleng-kaleng, mengingatkan saya pada James Herriot, Andrea Hirata, Mahbub Djunaidi dan Slamet Suseno..." (Alexander Zulkarnain-Inspektur Investigasi Kemenkeu sekaligus pegiat sastra Kemenkeu-narasumber pada acara peluncuran buku Gemilang 2021 Kanwil DJP Jakarta Khusus, 30 Maret 2022 ) Blessing In Disguise “Something that seems bad or unlucky at first, but results in something good happening later.”            Begawan John Maynard Keynes [1] bertalu-talu mengingatkan agar pada masa ekonomi sulit, pemerintah perlu manambah belanja dan menurunkan pajak untuk merangsang sisi permintaan supaya mengangkat ekonomi keluar dari depresi. Artinya secara blak-blakan, dia menentang engkongnya sendiri, Adam Smith [2] , karena sinuhun yang kusebut terakhir ini lebih suka memasrahkan penyelesaian depresi ekonomi kepada invisible hand , bahwa ekonomi memiliki kekuatannya sendiri untuk keluar dari masa depresi...