Kok gundul? Itulah kesan pertama saat kau lihat gunung Guntur. Seperti pria setengah baya saja. Mulai kekurangan testosteron yang jadi biang kerok gundul di bagian belakang kepalanya dan mulai menurun kekuatan fisiknya. Namun kawan, jangan sekalipun kau remehkan gunung ini, meski gundul tetap menyimpan misteri dan keliarannya sendiri. Kau lihat nanti dia telah menipuku terang-terangan.
***
Gunung Guntur terletak di kecamatan Tarogong, Garut. Cukup mudah mencapainya. Bila kau dari Jakarta, naik saja Bus dari Kampung Rambutan, turun di lapangan bola Tanjung (Warung Peteuy, Garut) dan di pertigaan tak jauh dari situ banyak truk pasir, kau dapat meminta sopirnya untuk menumpang ke penggalian pasir. Di situlah pintu masuk ke komplek gunung Guntur. Kusebut komplek kerna ada beberapa puncak yang dapat kau daki.
Namun kali ini aku mencoba lewat Kawasan Wisata Cipanas. Alih-alih nanti setelah turun dari puncak, tak salah kalau sebelum pulang mandi air hangat berbelerang di sini. Aku masuk dari belakang hotel Tirtagangga tepatnya di -7,17747 LS dan 107,87127 BT. Setelah melewati perkampungan dan kebun singkong (Manihot utulisima) maka sampailah di jalan aspal yang aku pikir mengarah ke penggalian pasir. Banyak sekali percabangan jalan, untungnya ada beberapa pekerja tambang pasir jadi tinggal tanya, mereka sangat ramah, meski memakai bahasa yang tak terlalu kupahami.
Arah pendakian kali ini adalah menemukan curug Citiis terlebih dahulu baru naik ke atas. Kondisi lereng gunung Guntur sangat memprihatinkan. Perusakan alam dengan mengeruk pasirnya 7 hari seminggu. Bahkan menurut informasi ada lokasi curug yang sekarang telah berubah menjadi penggalian pasir. Ilalang yang dapat hidup di sembarang tempatpun harus berjuang menembus gundukan kerikil yang bertambah setiap harinya. Akar rakusnya seperti kerepotan menopang beban kerikil.
Namun aku sangat terhibur dengan keributan gerombolan yang dari tadi jumpalitan di batang pendek Cemara Gunung (Casuarina junghuniana), itulah si cerewet Perenjak Gunung (Prinia atrogularis) lincah dengan ekor coklat panjangnya. Yang jantan mamer garis-garis hitam di dadanya dengan warna kuning zaitun di bawah sayap. Sungguh klop dengan difinisi John Mc Kinnon dalam bukunya Panduan Lapangan LIPI Burung Burung di Sunda Besar halaman 358 disana terang tertulis bahwa burung ini hidup dalam kelompok keluarga aktif yang ribut, pada rerumputan dan vegetasi bawah di hutan perbukitan dan pegunungan.
Namun aku sangat terhibur dengan keributan gerombolan yang dari tadi jumpalitan di batang pendek Cemara Gunung (Casuarina junghuniana), itulah si cerewet Perenjak Gunung (Prinia atrogularis) lincah dengan ekor coklat panjangnya. Yang jantan mamer garis-garis hitam di dadanya dengan warna kuning zaitun di bawah sayap. Sungguh klop dengan difinisi John Mc Kinnon dalam bukunya Panduan Lapangan LIPI Burung Burung di Sunda Besar halaman 358 disana terang tertulis bahwa burung ini hidup dalam kelompok keluarga aktif yang ribut, pada rerumputan dan vegetasi bawah di hutan perbukitan dan pegunungan.
Setelah melalui banyak percabangan jalan seperti labirin dan bertanya berkali-kali pada penggali pasir akhirnya ketemu juga dengan kali Citiis. Maka kuberjalan menyusurinya, demi melihat percabangan di depan kupilih jalan di sebelah kanan. Terus naik melintas rumpun bambu dan di depan sana hutan Pinus Meksiko (Pinus merkusii).
Lama kelamaan terdengar sayup bunyi gemerojog air curug. Tambah semangat, terus naik. Namun anehnya curug ini tak kunjung ketemu, malah sekarang bunyinya sudah berada di sebelah kiri jauh. Kusadari salah jalan. Tertipu sudah dengan percabangan sialan tadi. Keluar dari hutan Pinus, masuk ke hutan dengan pohon yang lebih kecil. Dan ternyata trek buntu, seperti sengaja ditutup dengan tebangan kayu, tak bisa lewat. Akhirnya turun lagi dan mengingat waktu sudah beranjak sore, kami putuskan ngecamp di hutan Pinus. Baru keesokannya turun dan ambil jalan naik satunya ke arah curug.
Malam ini adalah supermoon, begitu berita internet. Katanya bulan sedang dekat-dekatnya dengan bumi dan malam ini adalah purnama. Awan seperti meloloskan hasrat kami ingin melihat purnama, dia santun menepi. Dan lihatlah di atas sana bulan bulat terang lagi besar, dibalik siluet semampai batang Pinus. Cahaya putih, tersamar berusaha menembus sela-sela daun-daun jarum pinus. Bias putih terburai seperti siraman shower. Indah tak terperi kawan. Saat itu kau akan menganga dan ada sedikit rasa tercekat di pangkal lehermu, terharu demi melihat semua ini.
Besoknya kami turun menuju rumpun bambu yang ada percabangan ke kali Citiis, dan naik lagi menyusurinya. Beberapa kali harus menyeberang kali karena jalan setapak berpindah ke sisi lain kali. Dan benar, bunyi gemerojok curug lamat-lamat terdengar. Rupanya inilah curug Citiis. Sedingin namanya tapi indah.
Besoknya kami turun menuju rumpun bambu yang ada percabangan ke kali Citiis, dan naik lagi menyusurinya. Beberapa kali harus menyeberang kali karena jalan setapak berpindah ke sisi lain kali. Dan benar, bunyi gemerojok curug lamat-lamat terdengar. Rupanya inilah curug Citiis. Sedingin namanya tapi indah.
Komentar