Minggu, 12 Januari 2025

Pdt. Ferdinand Suleeman Yang Kuingat

Karangan Bunga di depan gereja
Thanks for reading,

Hari ini, Minggu 12 Januari 2025 adalah ibadah minggu GKI Bektim sekaligus upacara penutupan peti alm. Pdt. Ferdinand Suleeman.

Semasa hidupnya, umat biasa menyapanya dengan panggilan formal "Pdt. Ferdi" atau "pak Ferdi", kadang secara informal ada yang memanggilnya dengan sebutan "Boksu".

Yang kuingat tentang Pdt. Ferdinand Suleeman:

1. Soal Musik, jangan ditanya lagi:

a.  Boksu jago main Violin, di suatu Ibadah Minggu, pada Saat Hening, beliau memainkan komposisi violin karya komponis asal Perancis, Jules Massenet berjudul Thais Meditation (1894). Aslinya komposisi ini adalah instrumen dalam opera, penuh dengan perubahan dinamika dari Pianissimo ke Fortissimo, lalu tetiba Pianissimo lagi, bertebaran Ritardando kemudian A Tempo. Kejadian lucu waktu itu adalah ketika Jemaat terlanjur bertepuk tangan karena mengira sudah sampai di akhir lagu namun sebenarnya belum, masih tersisa beberapa birama lagi. Komposisi indah ini terkenal misalnya versi Itzhak Perlman, bisa dicek di internet.

b. Masih tentang Violin, di suatu kothbah ibadah minggu lainnya, Pdt. Ferdi menyebut seorang virtuoso violin, namanya Nicolo Paganini (1817), yang menggubah karya indah namun maha ribet berjudul Caprice No. 24. Bisa jadi ini adalah pionir musik metal karena speed yang luar biasa cepat dengan notasi blingsatan dari dawai G ke senar E. Bertempo Allegro dengan Notasi garis dua di hampir semua Notnya. Saat itu Boksu bercerita bahwa Violin milik Paganini sekarang berada di museum, dan karena tidak pernah digunakan lagi, justru kondisinya rusak. Saat kothbah itu Boksu menggunakan Violin Paganini sebagai ilustrasi bahwa Iman tanpa perbuatan adalah mati.

c. Selain violin ternyata pak Ferdi ahli main Clarinet, alat musik tiup yang biasanya terbuat dari kayu berwarna hitam, berbasis reed tunggal (penggetar dari bambu khusus). Waktu itu beliau bersedia mengiringi Bel Canto Choir lagu “O Sacred Head, Now Wounded” (Kepala Yang Berdarah) arr John Leavitt. Karena Partitur Clarinet yang saya kasih sangat kecil fontnya, maka cukup menyulitkan bagi pemakai kacamata seperti beliau, namun Pelayanan saat itu berjalan lancar.

2. Soal sejarah gereja apalagi:

a.  Nah ini yang saya suka, Pdt. Ferdi dalam kothbahnya sering menyebut nama-nama dalam sejarah gereja, misalnya Irenaeus of Lyon yang di tahun 180 menulis risalah berjudul Adversus Haereses (melawan bidat-bidat), saat itu Santo Irenaeus heran mengapa sepeninggal para Rasul, mulai bermunculan injil-injil lain yang tidak dikenal sebelumnya (palsu), padahal sewaktu Ireaneus masih muda dan berguru kepada eyang Santo Polycarp of Smyrna (yang adalah murid langsung dari Yohanes rasul), para tetua gereja saat itu hanya mengajarkan 4 injil saja yaitu Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Seperti quote Santo Irenaeus yang mahsyur itu: ”Sebagaimana keempat arah mata angin, demikian juga hanya empat injil inilah yang rasuli.”

b. Atau ketika Boksu mengisahkan peristiwa skisma besar tahun 1054 (sd saat ini angka 1054 masih menjadi profil WA saya selama lebih 5 tahun). Lebih karena kesulitan komunikasi dan halangan geografi antara gereja barat dan gereja timur, yang dipuncaki dengan peristiwa penyisipan kata “Filioque” dalam Pengakuan iman Nicea (Konstantinopel) oleh gereja barat yang membuat gereja Ortodox Timur tidak berkenan.

c. Untuk sejarah gereja di Indonesia, kothbah beliau juga tak kalah menarik, misalnya ketika menyebut Penginjil asli jawa bernama Kyai Sadrach (lahir 1835an), berkarya di Jawa Tengah, menginjil dari kampung ke kampung. Sampai saat ini Gereja Kyai Sadrach masih berdiri di Purwokerto, bangunannya justru lebih mirip masjid. Kyai Sadrach pernah menjadi murid dari seorang penginjil bernama Kyai Tunggulwulung. Kyai Tunggulwulung menjadi Kristen justru di tempat tak lazim, yakni di kaki gunung Kelud, setelah mendapat jawaban dari pertanyaan apakah yang dimaksud “ditandur saiki dipethik wingi” (ditanam sekarang, dipanen kemarin). Bahwa yang mampu melintas waktu seperti itu hanyalah sang Kristus, karena Kristus ada sebelum segala sesuatu ada. Lebih lanjut Boksu menyarankan kalau ingin mendalami sejarah bisa membaca buku karya Th. Van den End, Ragi Carita.

3. Soal Bahasa asing, ga heran:

Tentang Bahasa Inggris, beliau adalah dosen Bahasa Inggris Teologia, tentang Bahasa Mandarin, beliau pernah tinggal di negeri tirai bambu selama 3 bulan untuk mempelajarinya, soal Bahasa Yunani, nah ini:

Di suatu kothbah ibadah minggu Pdt. Ferdi menerangkan bahwa bahasa asli Kitab Perjanjian Baru adalah Yunani Koine. Kemudian beliau menyebut ayat alkitab, “Ego eimi he hodos kai he aletheia kai he zoe.” Hayo, apakah jemaat ada yang tahu ayat ini? Terkenal, sering dikutip oleh umat Kristen dimana-mana, lanjut beliau. “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” itulah terjemahnya (Yohanes 14 ayat 6b). Baru tahu ternyata “hodos” berarti “jalan”, “aletheia” bermakna “kebenaran” dan yang kuingat justru “zoe” (hidup) merupakan akar dari istilah bahasa inggris “zoo.” (kebun kehidupan, kini kebun binatang). Tadinya saya berpikir “hodos” berarti “majalah” karena dulu GKI Bektim punya Majalah Hodos.


Selamat Jalan Pdt. Ferdinand Suleeman.

What is Chongqing 1949 Shows Tell About

thanks for reading, Located at Chongqing theatre, PRC, a 360 degree pivotal stage, what is realy tell about? In 1949, when the new China had...