Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Batik Tulis Sukaraja, Tasikmalaya

Tasikmalaya yang selama ini dikenal sebagai penghasil kain Bordir, ternyata juga menyimpan ragam batik tulis asli.  Tepatnya di daerah Pasar Kolot, Sukaraja. Berbekal informasi dari peta Wisata Tasikmalaya di hotel, Kampung Batik Sukaraja  terletak 17 km arah selatan Tasik, maka sore ini mencoba berburu batik. Menyusuri Jalan Perintis Kemerdekaan lurus ke arah selatan, penanda jarak di GPS telah melampaui 20 km, tapi yang namanya Pasar Kolot belum juga ketemu. Memang sangat disayangkan, sepanjang jalan menuju Pasar Kolot, tak satupun ditemukan plang nama, petunjuk arah, atau pengumuman apapun yang menunjukkan dimana  Kampung Batik tulis ini berada. Lokasinya masih tersembunyi. Berbekal informasi dari POM bensin entah dimana, akhirnya ketemu juga yang namanya Pasar Kolot, belok kanan dari Masjid Kaum. 

Pesona Dieng Plateau

Sawah di tepi jalan Raya Dieng Pagi ini ingin lihat dataran tinggi Dieng. Berangkat dari alun-alun Wonosobo ke arah utara melalui Jalan Raya Dieng. Sepanjang jalan disuguhi pemandangan sawah hijau bertingkat-tingkat seperti kue lapis. Benarlah kata teman, Dieng tak kalah pesonanya dibanding  dengan kawasan  Blue Mountain , Australia. Jika Blue Mountain membiaskan warna kebiruan karena uap daun-daun eucaliptus , maka Dieng memantulkan warna kehijauan yang segar. Jadi perjalanan menanjak ini terbayar impas sudah. Konon Dieng berasal dari kata Di-Hyang , artinya tempat bersemayam para Dewa. Udara sangat sejuk kadang menggigil kalau ada angin, bahkan pada musim kemarau anda akan menemukan embun di rumput-rumput yang mengkristal menjadi es karena beku. 

Rafting Cicatih

"...mwang tan hanani baryya baryya shila. irikang lwah tan pangalapa ikan sesini lwah..."   begitulah sepenggal bunyi prasasti yang diteken Prabu Jayabupati, raja Sunda tahun 1030 M. Kata ahli sastra kuno artinya kurang lebih:  "...Tidak ada seorangpun yang boleh melanggar aturan ini.  Di bagian sungai ini tidak boleh menangkap ikan.. ."  Prasasti ini ditemukan di tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi dan sekarang tersimpan di Museum Nasional, Jakarta. Baiklah Prabu, aku ke sungai Cicatih ini bukan untuk mancing, cuma main rakit saja, boleh kan?

Nasi Teri di Punggung Halimun

" Kamulah lelaki sesat lagi susah diatur ", begitulah hardik Mbok Rah -Juru Jampi kampung kami dulu sewaktu aku masih kecil- sambil tak henti mengunyah sirih. Seumur-umur aku tak percaya ramalan itu, sampai di suatu subuh  sepertinya ramalan  yang telah lama terdiam di awan-awan, terlempar ke pucuk pohon trembesi dan pohon kokoh  keluarga Fabaceae ini mementalkannya padaku.   *** Betapa tidak, disaat banyak gunung sedang bangun dari tidurnya, -Merapi meletus lalu Krakatau  mulai kambuh bengeknya- dan diikuti belasan gunung lainnya yang tadinya seanggun putri solo tapi kini mulai genit, eh malah aku merencanakan naik gunung lagi.

Pangandaran Beach is simply beautiful

Subuh Pantai Timur Subuh kupaksakan bangun, mengumpul-ngumpulkan nyawa, demi melihat dewa matahari datang di pantai timur pangandaran.  Itulah akibatnya nyetir sehari sebelum lebaran. Macet dimana-mana, akhirnya harus belanja waktu lebih banyak. Dan sialnya, awan tak mengijinkanku melihat benda bulat terang ini bangun pagi. Memang September ini awan terus nongkrong di atas sana, bahkan seharian gerimis diselingi hujan deras. Tapi tak mengapa, aku cukup puas dengan pantulan biru di sela-sela perahu nelayan.  Pangandaran pagi itu masih lengang, hanya beberapa pecinta pantai duduk-duduk di anjungan, bau tengik sisa-sisa ikan khas pantai tak mereka hiraukan. Anjungan tampak kokoh ditumbuhi teritip di kaki-kakinya. Beranjak pagi mulailah dewa matahari menampakkan wajahnya, jingga, tetapi malu-malu dibalik tirai awan.

Pesona Bali Garden Taman Bunga Nusantara

Kali ini lagi pengin lihat bunga. Lho kok? Tadinya agak risih, tapi omong-omong soal bunga, bukan konsumsi kaum feminim aja. Di Belanda misalnya, wisata Tulip Garden (Keukenhoff) digadang-gadang masuk sebagai salah satu the most to do list jika ke sana, ditonton  segala kalangan, itupun gak buka di tiap bulan (tergantung musim), cuma April - Mei.  Nah, di Indonesia ini kan bunga ada sepanjang  tahun sepanjang musim, kenapa gak dimasukkan dalam t he most to do list untuk wisatawan? Saya tidak meminta maaf untuk pernyataan berbau nasionalisme ini, maklum ini kan Agustus.  

Papandayan Edelweis Garden

Sabtu ini, pagi buta sudah berada di terminal Guntur, Garut, belum apa-apa sudah kedinginan. Tegal Alun Angin dingin seperti tak menghormati jaket yang kupakai.  Setelah makan kepagian dan s empat numpang tidur di warung sate, kami lanjut ke pertigaan kec Cisurupan yang ada plang Gunung Papandayan dengan angkot. Lalu perjalanan menuju Base Camp Papandayan menggunakan mobil bak terbuka angkutan sayur. Sepanjang jalan menuju base camp , kiri kanan adalah rumah penduduk yang diselingi tanaman menjalar Labusiam, pisang dan lagi-lagi daun melambai yang selalu meledekku, Oloracea brassica sialan itu. Base Camp pagi itu masih sepi, semua warung tutup, hanya ada 1 orang staff Tourist Information yang berjaga.  Kata penduduk setempat Papandayan berasal dari kata Panday artinya perajin tempa besi. Konon dulu menurut cerita turun temurun, di gunung ini sering terdengar dentingan logam seperti empu sedang menempa besi, sehingga penduduk memberinya nama Papandayan.

Nyangsang di Subang

Sabtu 3 Juli 2010, lagi enak-enak bengong depan TV tiba-tiba sekelebat melintas bayangan putih-putih, semampai, gelantungan. Bukan Kuntilanak, bukan, tapi Peuyeum. Tape khas jawa barat. Kebetulan di meja ada Atlas SD anakku, buka acak, eh ketemu kota Subang. Yo wis..daripada mati gaya, start bertiga ke sana.  Sengaja lewat Tol Cikampek mentok ke kanan, karena sebelas tahun lalu pernah lewat sini masih ada hutan jati. Tapi sekarang kiri kanan belasan restoran. Sampai di perempatan ambil kiri ke arah Subang. Dan benar, sepanjang jalan menuju Subang, di kiri kanan jalan bergelantungan si putih semampai ini. Jalan terus ketemulah perkebunan karet, pohonnya miring-miring mengikuti arah angin.   Ngubek-ubek dalam kota Subang, unik, kotanya cukup kecil dan bersih. 

Pecicilan di Gunung Gede

Seneng rasanya sudah dua tahun BMI bertahan di bawah 23, setelah bertahun-tahun berkutat di angka 32. Jadi inget April 2002 yang lalu, saat  lagi gemuk-gemuknya, eh..pecicilan pakai naik gunung segala. Karena terbujuk hasutan sesat dua teman, akhirnya aku ikutan naik gunung Gede.  *** Gunung Gede mengangkang antara Kab Cianjur-Kab Sukabumi. Kami bertiga naik lewat taman nasional Cibodas. Waktu itu April, hujan sedang rajin-rajinnya mengguyur bumi Siliwangi. Dengan tinggi 2.958 mdpl, Gede tercacat sebagai gunung ketiga tertinggi di tlatah Pajajaran.

Ketiban Duren di Sydney

[OOB dikit, Out Of Blog. gapapa ya] Setelah blingsatan kesana kemari dari siang sampai pagi, kira-kira jam 02.00 waktu setempat di depan Harbour Plaza , karena sudah tak ada angkutan umum, terpaksa deh cari taksi. "Drive me to Intercontinental hotel, near Harbor Bridge, you know." kataku tergagap meng english kan lidah. Belum selesai mengatur duduk di bangku belakang, terdengar si sopir menyahut dengan logat medok yang kedengarannya familiar di telingaku. "O..Interkontinental nggih, monggo mas." "What!"  Di belantara Metropolitan Sydney ini, ironi pertama kutemui, ternyata aku malah bertemu orang jawa. Dan benar, pak Sopir aseli Temangung. **** Kalau gak dibayari sama perusahaan MLM tertua dan terbesar, mesti mikir sebelas kali nginep di Intercontinental Sydney, bintang lima, semalam USD 245, lima hari lagi. Thanks God!  Jakarta-Sydney dengan Qantas QF42, ehm enak banget karena ada wine di udara.  "Do you rather choose red or white, Sir?" ...

Mencicip misterious road sampai kubah lava Kelud

Kelud (kadang Kelut) dalam bahasa setempat berarti menyapu /  membersihkan tempat tidur dengan kebyok (semacam sapu lidi). Maka nama gunung Kelud sangat sesuai mengingat reputasinya pernah menyapu pemukiman penduduk pada letusannya atau banjir lahar dingin.   Misterious Road , begitu bunyi papan pengumuman mencoba menarik perhatian pengunjung di trek menuju kawah gunung Kelud. Misterious road adalah fenomena anti gravitasi, jalanan tampak menurun (sebelum pembatas jalan) tetapi anehnya mobil justru berjalan mundur (naik). Ada yang berteori disebabkan pengaruh medan magnet aneh di gunung kutukan Lembu Sura ini, tetapi ada juga yang menjelaskan bahwa fenomena ini hanyalah ilusi optik belaka.

GUNUNG CIKURAY NEGERI PARA BIDADARI

By Tunggulwulung Camellia sinensis , itulah nama indah yang diberikan oleh dedengkot taksonomi Carl Linnaeus kepada tumbuhan berdaun hijau harum yang biasa kau seduh sore hari, teh, cantik  nan lentik. Camellia dilatinkan dari nama botanikus dan pastor asal Czech Georg Kamel yang menjadi pelindung kaum papa di Pilipina, sinensis dilatinkan dari China, jadi artinya kurang lebih tumbuhan berdaun hijau, pelindung, harum, berasal dari negeri tirai bambu.  Dayeuh Manggung Tea Garden  Namun nama indah tak selalu sesuai kenyataannya. Setidaknya inilah yang kualami dengan si Camellia ini.   Tanpa perasaan dia telah memerangkapku. Nanti akan kuceritakan padamu. ****         Sang dukun hujan, BMKG, berulangkali memperingatkan dalam situsnya bahwa selama April ini akan terjadi hujan lebat disertai angin untuk jawa bagian barat. Menurut peta buatan manapun, Cikuray pasti diletakkan di daerah ini. Dan tersiar kabar tak sedap, Desember t...

Ngulik Bandung

"SS.. S .Siapa kau pak Tua?" tanyaku tergagap pada pria berjubah hitam dan berjenggot putih. " Jangan takut nak, aku Buto Locaya," Jawab kakek itu. "Aku patih kediri," Tak pernah kudengar nama itu di buku sejarah waktu sekolah dulu. Menyadari bahwa aku tak percaya padanya, sang Kakek berkata, "Aku buto Locaya, aku patih Kediri, prabuku Joyoboyo, setelah mati aku jagi penunggu gunung Wilis, jika kau tak percaya, carilah Serat Dharmogandul." "Apa maumu pak Tua?" jawabku tak sabar. "Kamu harus ke Bandung!" perintahnya. Tiba-tiba si kakek membesar dan tambah tinggi, sampai hampir sepohon kelapa. Dia memetik buah kelapa dan melemparkannya padaku, aku lari dan terjatuh, brukkk. Ternyata mimpi. Mungkin ini wangsit dari Buto Locaya. Akhirnya Sabtu pagi awal Februari, ke Bandung. Setelah lepas Tol Cikampek-Sadang dan lanjut lewat terusan Pasteur, langsung parkir di depan taman Lansia. Taman Lansia? Hah apa maumu kakek Buto Locaya?...

Yogya Kembali

Entah kenapa, Yogya seperti bakteri, menginfeksi seenaknya, menginfeksi rasa ngebet setelah 2 tahun aku tak ke kota gudeg ini. Padahal dulu pas di Parangtritis, kuikrarkan, mungkin aku baru 4 atau 5 tahun lagi ke sini, aku akan ke kota-kota lain dulu, tapi entah kenapa rasa kangen mistis pantai selatan ini mengiris kejam, menembus hatiku tanpa perasaan, sampai keujung-ujungnya. Subuh 18 Desember 2009, kumasukkan kunci start, kuinjak pedal gas pelan-pelan. Yogya! Ah, akhirnya aku kesana lagi, tunggu aku di pintu gerbangmu. Kususuri jalan dari kawasan tua Jatinegara menuju tol Cikampek, matahari belum lagi datang pagi itu, mungkin dia sedang tidur lelap, setelah Jakarta diselimuti awan tebal semalam. Semakin ke timur, semakin terang, matahari mulai memamerkan sinar jingganya yang lembut. Sinarnya menembus di sela-sela awan, membentuk tiang-tiang cahaya seperti tombak-tombak raksasa berjajar menghunjam ke bumi. Indah, simetris, lagi berkilauan. Mungkin seperti inikah pagar surga?