Langsung ke konten utama

Pangandaran Beach is simply beautiful

Subuh Pantai Timur
Subuh kupaksakan bangun, mengumpul-ngumpulkan nyawa, demi melihat dewa matahari datang di pantai timur pangandaran.  Itulah akibatnya nyetir sehari sebelum lebaran. Macet dimana-mana, akhirnya harus belanja waktu lebih banyak. Dan sialnya, awan tak mengijinkanku melihat benda bulat terang ini bangun pagi. Memang September ini awan terus nongkrong di atas sana, bahkan seharian gerimis diselingi hujan deras. Tapi tak mengapa, aku cukup puas dengan pantulan biru di sela-sela perahu nelayan. 
Pangandaran pagi itu masih lengang, hanya beberapa pecinta pantai duduk-duduk di anjungan, bau tengik sisa-sisa ikan khas pantai tak mereka hiraukan. Anjungan tampak kokoh ditumbuhi teritip di kaki-kakinya. Beranjak pagi mulailah dewa matahari menampakkan wajahnya, jingga, tetapi malu-malu dibalik tirai awan.
Pangandaran terletak 63 km di selatan Kota Banjar, perlu 2 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Meski pantai ini tidak memiliki pasir putih seperti di Phuket, tetapi daya tariknya tetap menyihir orang untuk datang ke sini termasuk beberapa pasangan turis mancanegara.

Pantai Timur sepenuhnya tak dapat direnangi lantaran gugus karang dan ombak besar. Maklum ini pantai selatan singgasana Nyai Roro Kidul.  Untungnya pantai Barat di beberapa zona dapat dipakai berenang. Di pantai barat ini ada atraksi menarik, main ombak memakai papan seluncur (bukan selancar). Ombak akan mendorongmu meluncur ke bibir pantai, kadang pelan kadang cepat.
Dari pantai barat kuputuskan menyewa kapal (long tail boat) ke Pasir Putih di kawasan Cagar Alam. Pasir Putihnya tidak lembut, lebih mirip hancuran batu karang. Karena alasan angin, maka kubawa jaket tebal. Dan anehnya beberapa bule santai aja pakai bikini tanpa takut masuk angin, pantesan mereka bisa menjajah kita 350 tahun. 
Beruntung saat ini sedang surut, sehingga  dapat kususuri atol di sisi barat cagar alam. Lompat dari timbulan atol satu ke lainnya.  

Mahaguru adalah tempat bertanya tentang kebijaksanaan. Terharu, justru aku dapat pelajaran hidup bukan dari  golongan cerdik cendikia itu, tapi justru dari  makhluk yang tak becus mengeja namanya sendiri. Di sini, di Atol Pangandaran, ada dua makhluk berbeda bangsa yang saling akrab, yang satu dari keluarga Krustaceae yang satunya lagi Vertebrata, yaitu Udang (Alpheus sp) dan Ikan Gobi (Amblyeleotris sp mungkin guttata). Buku-buku tentang ikan menyebutnya Spotted Shrimpgoby mungkin lantaran ikan bermulut dower ini tubuhnya dipenuhi bintik-bintik hitam kelabu dengan sedikit orange. Kuamati sejak tadi, mengapa Ikan Goby tak mau jauh-jauh dari sarang Udang, sementara Udang tak mau jauh-jauh dari ikan Goby  dan selalu menyentuhkan sungutnya ke tubuh ikan.Ternyata di sini ada simbiose mutualisme. Ikan Goby yang gendut itu butuh tempat berlindung dari predator, sehingga dia numpang di lubang yang dibangun Udang dengan capit besarnya,  sementara si Udang sebenarnya rabun, sehingga kalau jalan terlalu jauh dari sarang dan ada predator, ia akan dituntun Ikan Goby kembali ke sarangnya. Ehm terenyuh.  


How to get there:
From Jakarta : By Bus Jakarta - Pangandaran (from Kampung rambutan bus terminal) stop at Pangandaran Bus Terminal.
                    300 m walk to the main gate


Long Tail Boat to pasir putih : Rp. 75.000 (peak)
"Surf" Board Rp 5.000

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhir Kisah Hidup Tokoh Film Bumi Manusia

Bumi Manusia, roman karya Pramudya Ananta Toer, merupakan bagian pertama dalam empat novel seri Pulau Buru- Bumi Manusia - Anak Semua Bangsa - Jejak Langkah - Rumah Kaca. Sebuah novel berseting tahun 1898 tentang pertemuan budaya-politik antara negeri jajahan dengan negeri induknya. Tokoh utama digambarkan seorang lelaki muda pribumi yang dididik secara eropa dan mengaguminya kemudian menghadapi kenyataan bahwa negeri terjajah selalu berada pada posisi teraniaya. Sehingga melawan melalui tulisan di koran yang akhirnya merangsang tokoh nasionalisme lainnya menuju pergerakan pra-kemerdekaan Indonesia.  Tahun 2019 Roman ini diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture, disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Minke Tokoh utama, setelah kembali dari pembuangan dari Maluku menghadapi kenyataan bahwa seluruh hartanya termasuk kantor koran di Jalan Naripan Bandung, hotel di kawasan Jalan Kramat Raya, toko alat tulis/kantor di Kwitang Jakarta, rumah tinggal di dekat Kebun Raya Bogo...

What is Chongqing 1949 Shows Tell About

thanks for reading, Located at Chongqing theatre, PRC, a 360 degree pivotal stage, what is realy tell about? In 1949, when the new China had just been established, the city of Chongqing remain shrouded in darkness. Represented by the Third Brother, Lin Zijie, and Jin Ziu, Communist Party member faced the enemy's brutal torture at the Zahzhidong and Baigongguan prisons, faced life-and-death choices everyday. The underground party in Chongqing was actively rescuing comrades in prisons. Meanwhile, the Second Brother, Lin Zihao, led the advanced detachment of the Second Field Army of the Chinese People's Liberation Army, marching swiftly toward the southwest. However, just before the liberation of Chongqing, the Nationalist goverment issued an order to the eldest brother, Lin Zixiong, to carry out the masacre and destroy the city, causing numerus revolutionary martyrs to fall at the break of dawn. Preface The Darkness Before Dawn China underwent tremendous transformation in the lat...

Pdt. Ferdinand Suleeman Yang Kuingat

Karangan Bunga di depan gereja Thanks for reading, Hari ini, Minggu 12 Januari 2025 adalah ibadah minggu GKI Bektim sekaligus upacara penutupan peti alm. Pdt. Ferdinand Suleeman. Semasa hidupnya, umat biasa menyapanya dengan panggilan formal "Pdt. Ferdi" atau "pak Ferdi", kadang secara informal ada yang memanggilnya dengan sebutan "Boksu". Yang kuingat tentang Pdt. Ferdinand Suleeman: 1. Soal Musik, jangan ditanya lagi: a.    Boksu jago main Violin, di suatu Ibadah Minggu, pada Saat Hening, beliau memainkan komposisi violin karya komponis asal Perancis, Jules Massenet berjudul Thais Meditation (1894). Aslinya komposisi ini adalah instrumen dalam opera, penuh dengan perubahan dinamika dari Pianissimo ke Fortissimo , lalu tetiba Pianissimo lagi, bertebaran  Ritardando kemudian A Tempo . Kejadian lucu waktu itu adalah ketika Jemaat terlanjur bertepuk tangan karena mengira sudah sampai di akhir lagu namun sebenarnya belum, masih tersisa beberapa birama ...