Langsung ke konten utama

Tur 'Ilmiah' di Bogor

Selama ini kalau ke Bogor yang terpikir adalah Factory Outlet.  Aneka Tas, Baju dan barang fashion lainnya melambai menggoda sepanjang Jalan Pajajaran sampai Tajur. Nah kali ini ingin tur bernuansa lain.  Mau yang berbau  ilmiyah supaya terkesan  agak berbau buku. Bukan tanpa sebab, ini semua gara-gara gantungan kunci itu.


***

Masih ingat dulu waktu masih kecil, di kampung kami, anak-anak sering main dengan sejenis kumbang berwarna hijau, jika sayapnya dipandang dari arah tertentu akan terbias warna kuning keemasan. Berkaki enam, berantena pendek, kami biasa menyebutnya Samberlilen. Sudah lebih dari tiga kali pemilu, aku tak pernah lagi melihat kumbang ini di alam bebas. Mungkin sudah punah.

Pernah satu kali aku melihatnya, bulan lalu mungkin, tapi sudah dalam  keadaan kaku, kering tak bernyawa, di dalam benda bening berbentuk membulat berupa bandul gantungan kunci.  Astaga semoga pelakunya tidak memanfaatkan serangga hidup. Berbekal ingin memperoleh informasi lebih lengkap mengenai serangga ini, maka aku ke Museum Zoologi Bogor.

Museum Zoologi Bogor terletak satu komplek dengan Kebun Raya Bogor (KRB).  Anda dapat masuk ke komplek ini melalui pintu utama KRB di Jalan Otto Iskandardinata, setelah memasuki main gate, ambil jalan ke kiri. Sebelum masuk ke Gedung Museum Zoologi, di sebelah kanan agak tersembunyi, terdapat Area Bunga Bangkai (Amorphophalus titanum) namun sayang bunga berbau busuk ini masih dalam masa istirahat, memang si batang besar ini berbunga setiap 1 sampai 3 tahun sekali.


Koleksi Museum sangat lengkap baik dari kerajaan hewan bertulang belakang sampai tak bertulang belakang, dan disajikan sesuai dengan habitatnya, ada yang menghuni rawa, perladangan sampai hutan atau sesuai dengan perannya dalam rantai makanan.


Karena ingin belajar serangga maka langsung menuju selasar sebelah kanan bagian invertebrata. Dan lihatlah Samberlilen (Chrysochrosa fulminans) itu, kehijauan dan di sudut tertentu memantul warna keemasan, tetap indah meski sekarang hanya berupa benda awetan. Memiliki  dua  pasang sayap yaitu sayap dalam seperti selaput tipis dan sayap luar yang mengkilat, karena dua sayap inilah maka ahli taksonomi memasukkannya ke dalam ordo Coleoptera.


Dulu di kampung kami, sering orang yang terinspirasi keelokan kumbang ini, menggunakannya sebagai susuk. Semacam ritual magis dengan tujuan mempercantik atau membangkitkan aura yang memakainya.

Selain bangsa kumbang, juga banyak koleksi berupa aneka Kupu-kupu. Digolongkan yang umumnya aktif siang hari dan ada yang aktif malam hari. Banyak jenis kupu-kupu yang sekarang tak pernah lagi kulihat di alam bebas. Mungkin tewas kena hawa racun pestisida sebelum sempat meneruskan keturunan.


Karena hari ini bertepatan dengan Imlek 2562, maka begitu keluar komplek KRB menuju klentheng Dhanagun, tepatnya Jalan Suryakancana. Umat Konghuchu sedang melaksanakan ibadah di klentheng tua ini. Di depan klentheng dinyalakan lilin-lilin merah sebesar batang pohon kelapa.



Sepanjagn jalan Suryakancana, terdapat berbagai macam kuliner eksotis, baik modern atau klasik. Aku lebih memilih klasih seperti pangsit penganten dan asinan bogor yang tersohor itu.




Bogor Zooligical Museum
How to get there:
From Jakarta : by public bus (kampung rambutan bus terminal) to Baranangsiang Bus Terminal
                    Angkot (lokal public transpor) No 6 / 13
                    
                    by train (kota train station) to Bogor Station
                    Angkot No 2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhir Kisah Hidup Tokoh Film Bumi Manusia

Bumi Manusia, roman karya Pramudya Ananta Toer, merupakan bagian pertama dalam empat novel seri Pulau Buru- Bumi Manusia - Anak Semua Bangsa - Jejak Langkah - Rumah Kaca. Sebuah novel berseting tahun 1898 tentang pertemuan budaya-politik antara negeri jajahan dengan negeri induknya. Tokoh utama digambarkan seorang lelaki muda pribumi yang dididik secara eropa dan mengaguminya kemudian menghadapi kenyataan bahwa negeri terjajah selalu berada pada posisi teraniaya. Sehingga melawan melalui tulisan di koran yang akhirnya merangsang tokoh nasionalisme lainnya menuju pergerakan pra-kemerdekaan Indonesia.  Tahun 2019 Roman ini diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture, disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Minke Tokoh utama, setelah kembali dari pembuangan dari Maluku menghadapi kenyataan bahwa seluruh hartanya termasuk kantor koran di Jalan Naripan Bandung, hotel di kawasan Jalan Kramat Raya, toko alat tulis/kantor di Kwitang Jakarta, rumah tinggal di dekat Kebun Raya Bogo...

What is Chongqing 1949 Shows Tell About

thanks for reading, Located at Chongqing theatre, PRC, a 360 degree pivotal stage, what is realy tell about? In 1949, when the new China had just been established, the city of Chongqing remain shrouded in darkness. Represented by the Third Brother, Lin Zijie, and Jin Ziu, Communist Party member faced the enemy's brutal torture at the Zahzhidong and Baigongguan prisons, faced life-and-death choices everyday. The underground party in Chongqing was actively rescuing comrades in prisons. Meanwhile, the Second Brother, Lin Zihao, led the advanced detachment of the Second Field Army of the Chinese People's Liberation Army, marching swiftly toward the southwest. However, just before the liberation of Chongqing, the Nationalist goverment issued an order to the eldest brother, Lin Zixiong, to carry out the masacre and destroy the city, causing numerus revolutionary martyrs to fall at the break of dawn. Preface The Darkness Before Dawn China underwent tremendous transformation in the lat...

Pdt. Ferdinand Suleeman Yang Kuingat

Karangan Bunga di depan gereja Thanks for reading, Hari ini, Minggu 12 Januari 2025 adalah ibadah minggu GKI Bektim sekaligus upacara penutupan peti alm. Pdt. Ferdinand Suleeman. Semasa hidupnya, umat biasa menyapanya dengan panggilan formal "Pdt. Ferdi" atau "pak Ferdi", kadang secara informal ada yang memanggilnya dengan sebutan "Boksu". Yang kuingat tentang Pdt. Ferdinand Suleeman: 1. Soal Musik, jangan ditanya lagi: a.    Boksu jago main Violin, di suatu Ibadah Minggu, pada Saat Hening, beliau memainkan komposisi violin karya komponis asal Perancis, Jules Massenet berjudul Thais Meditation (1894). Aslinya komposisi ini adalah instrumen dalam opera, penuh dengan perubahan dinamika dari Pianissimo ke Fortissimo , lalu tetiba Pianissimo lagi, bertebaran  Ritardando kemudian A Tempo . Kejadian lucu waktu itu adalah ketika Jemaat terlanjur bertepuk tangan karena mengira sudah sampai di akhir lagu namun sebenarnya belum, masih tersisa beberapa birama ...