Selasa, 25 November 2008

Lonely in Anyer

Akhir September 2008, liburan cukup panjang, maklum para punggawa negeri menetapkan cuti bersama lebaran 2008. Rencana mau pulang kampung ke Jawa Timur, eh ternyata berita di TV, Koran mengabarkan jalur Pantura cukup padat dan di beberapa titik ada perbaikan jembatan, jadi ada potensi kendaraan numpuk.

Nah, daripada pulang kampung toh juga macet, lebih baik direskedul sahaja. Setelah hitung kancing akhirnya pandangan mata diarahkan ke sisi barat pulau jawa ini, Anyer.

Berangkat 2 hari sebelum lebaran via tol Jakarta-Merak, keluar di pintu tol Cibinong, sepanjang jalan lancar, jumlah kendaraan sedikit. Dan sampailah aku di Anyer. sampailah kami di Anyer pas jam 12 siang, lapar...lalu mampirlah ke restoran dengan tempat duduk lesehan bertikar. Makanan lumayan enak, udang goreng mentega, ikan kerapu bakar, tumis kangkung dan tak lupa sambel terasi.

Setelah puas muter-muter, akhirnya nginep di the Palazo, hihihi..cuma kita sendirian yang nginep di sini, jadi puas banget beremdem di Kolam renang yang segitu luas. Inilah enaknya ngelayap sebelum lebaran.


Paginya jalan-jalan ke pantai. Sangat banyak pilihan pantai yang bisa di datangi, tarif per-orang rata-rata Rp5.000, Mobil Rp10.000. Pantai di sepanjang Anyer tergolong Pantai Karang, sangat sedikit yang model Pantai Pasir Putih layaknya Parang tritis (Jogja). Wah, enak banget jalan kaki di Pantai bareng keluarga, lari sana, lari sini, sekalian terapi telapak kaki. Maklum di Jakarta setiap hari pakai sepatu, jadi jalan di pantai ini adalah kesempatan memijakkan telapak kaki di tempat asalnya, tanah.

Siangnya beli Udang. Cukup banyak toko yang menjajakan hasil laut segar di sini, ada udang, lobster, cumi, juga kepiting. Dengan pertimbangan kemudahan, kami pilih udang saja. Mau digoreng, direbus aja sudah enak, jangan lupa cocol sambel botol cap yang ada gambar burungnya.

Sorenya renang lagi di hotel. Nah kali ini sudah ada beberapa orang lain yang nginep di sini. Tapi tetep aja masih lenggang kolam renangnya. Puas hari ini. Malemnya cukup sulit mendapat makanan, maklum ini malam takbiran menjelang lebaran esoknya, tapi ada pertolongan. Tak dinyana, warung padang depan hotel buka. Tanpa mikir dua kali, makan aja di warung ini, daripada keburu habis. Just like another padang cuisine, standard.

Malemnnya kehabisan tenaga setelah seharian mondar-mandir sekitaran Anyer mulai Pantai deket Carita sampai yang deket Mercu Suar.

Esoknya lebaran, nah sesuai prediksi, rombongan orang Jakarta mendadak pada pindahan ke Anyer. Kami putuskan check out. Sementara orang-orang menekuni kemacetan menuju Anyer, kami mulai jalan ke arah sebaliknya. Ah, nikmatnya plesiran sebelum lebaran. Habis kalo sudah lebaran, dijamin padet, macet.

Anyer ternyata menyimpan pesona yang selama ini terlewatkan mata kami.
We will be back Anyer....



Rabu, 10 September 2008

Tour de Timor-Kupang



Dengan penerbangan Jakarta-Kupang transit Surabaya, akhirnya sampailah saya di Bandara Eltari, Koe. Bandara di Ibukota propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini cukup kecil, karena begitu pesawat landing, si pilot mesti balik kanan untuk kemudian menyusuri jalur yang sama dengan jalur pendaratan menuju anjungan penurunan penumpang. Begitu turun dari pesawat, ternyata tak seperti yang dikatakan kebanyakan orang bahwa kupang itu panas, memang panas sih tapi biasa seperti Jakarta. Mungkin karena sekarang sedang musin hujan, Kupang tampak hijau, kiri kanan jalan ditumbuhi aneka flora. Kata orang sini, sebenarnya Kupang sangat subur, tapi curah hujan cukup langka dan struktur tanah cukup berongga. Setiba di rumah teman langsung disambut pertanyaan khas orang Kupang,"Sehat-sehat, ko? (Sehat-sehat khan)

Minggu, 07 September 2008

Lost in Toba

Danau Toba kata orang adalah danau dengan pemandangan yang indah. Aku tadinya gak percaya. Sampai suatu kesempatan membawaku berkunjung ke danau terbesar di Indonesia ini. Dari Jakarta menuju Medan dengan penerbangan paling pagi, setelah sampai meneruskan perjalanan ke Toba dengan jalan darat. Sampailah kami di Pematang Siantar, kota sejuk dengan pohon-pohon besar di kiri-kanan jalan. Di sini ada makanan khas selai Sarikaya. Lanjut lagi ke arah Tabing, kami melewati kebun karet. Uniknya hamparan pohon karet ini pada doyong, katanya sih mengikuti arah angin. Nah, di antara kebun karet inilah ada sebuah tempat makan unik dengan hidangan Burung Punai ( masih satu famili dengan burung dara). Sekilas bumbunya sedehana saja, cuma bawang putih dan garam kemudian digoreng. Burung ini dimakan dengan sambal plus nasi putih hangat, mak pyar..uenak tenan.
Setelah kenyang, kami lanjut lagi ke arah Parapat. Kemudian kami menginap di salah satu hotel di pinggiran Danau Toba ini.
Nah, kalau orang-orang terkagum dengan keindahan pemandangan alam di siang hari, saya justru terkaget dengan pemandangan di malam hari. Di langit tampak begitu banyak bintang yang belum pernah saya lihat selama ini. Maklumlah Jakarta kan langitnya tertutup asap mobil. Wah..saat itu aku langsung mengakui sekali lagi (setelah berkali-kali) betapa maestronya sang Pencipta alam raya ini.
Esoknya kami menyeberang Danau untuk menuju Samosir (pulau di tengah Danau Toba), tepatnya di Kota Tomok. Saya langsung tertarik dengan alat musik tradisional Gitar Batak. Cuma dibuat dari sebatang kayu yang dilubangi tengahnya untuk membuat ruang resonansi, senarnya cuma tiga dan fretless! Saya selama 10 menit sempat diajari bagaimana memainkan alat musik ini oleh si pembuatnya. Dia mencontohkan lagu Batak yang aku gak tahu judulnya..terus aku disuruh mencoba. Nah karena aku gak tahu lagu khas daerah sini, yo wis lah kucoba lagu Suwe ora jamu...ternyata bisa bunyi juga.
Wah ternyata Indonesia juga kaya jenis musik tradisional yang memiliki solmisasinya sendiri-sendiri.

Jumat, 05 September 2008

Jakarta-Jogja Jalur Selatan

Nyobain jalan ke Jogja dari Jakarta via Jalur selatan.

Ilustrasi

Isi bensin di otista. Berangkat ke tol Cikampek, eh pagi buta begini lha kok macet di km 24 sd km 44, lanjut ke tol Cipularang arah Bandung. Tolnya berkelok-kelok, ada angin kenceng dari arah kiri, karena memang posisi jalan Tol ini adalah jalan layang yang cukup tinggi dari daerah sekitarnya.

Lanjut ke Cileunyi. Terus ke arah Tasik, jalanan mulus pemandangan bagus sawah-sawah lagi hijau. Isi bensin setelah jalan 233 km (Cuma 22 liter full tank) di daerah Malangbong. Sarapan roti the Himalaya sama susu. Lanjut ke arah Tasikmalaya, jalanan turun-naik, belak-belok nyusurin pinggiran gunung Galunggung, akhirnya masuk ke daerah Jawa tengah, jalanan agak sempit dan sedikit rusak.

Makan siang sate Bebek (seperti sate pada umumnya, dagingnya Bebek, sambel kecap pisah dari sambel kacang dan ada kuah Gulai Bebek) plus es Jeruk 3 dan Legen (deresan getah dari bunga kelapa) lumayan enak Rp.45.000 bertiga di daerah (Tambak-Gombong) Di daerah ini serba Bebek, satenya, gulainya, goreng / bakar semuanya Bebek. Lanjut ke arah Kebumen-Purworejo, jalan agak sempit dan banyak lampu merah yang cepet banget merahnya jadi ngantri. Terus ke Wates jalanan lumayan berkelok, dan akhirnya sampai di Jogja sudah sore.

Rabu, 03 September 2008

Kota Sejuk SOE

Indonesia terkenal dengan aneka masakannya. Mulai dari Aceh yang bernuansa rempah sampai Papua yang berlimpah sagu. Tidak ada salahnya bila anda mencoba keluar dari tradisi lidah yang biasa anda nikmati setiap hari untuk kemudian menjelajah tradisi lidah daerah lain.
Ambil contoh pernah suatu ketika saya berkunjung ke SOE (ya..puncaknya Kupang lah). Di daerah yang belum pernah saya dengar namanya ini terdapat aneka macam masakan khas daerah, misalnya Jagung Bose.

Di daerah ini jagung adalah salah satu pengganti nasi. Entah bagaimana proses pembuatannya, si Jagung ini sudah bersih dari kulit arinya, sehingga yang tampak adalah warna putih bagian daging jagung (seperti brondong gitu tapi masih basah) rasanya gurih ditingkah siraman santan yang tak terlalu meluber, dimakan bersama lauk lainnya seperti ayam rica, ya seperti pengganti nasi pada umumnya. Makanan model begini setahu saya belum ada tuh di daerah lain. Ngomong-ngomong, SOE ini suhunya dingin banget apalagi kalau matahari sudah tenggelam, jauh lebih dingin dari kawasan puncak Jabar.

Selain itu ada yang namanya Daging Se'i, ya daging sapi yang diasap namun cita rasanya khas gak ada yang nyamain di bagian barat sini. Kata orang setempat sih, Se'i sebenarnya adalah teknologi pengawetan Daging jaman dulu ketika masih jamannya berburu. Nah kalau berburu khan bisa berhari-hari, jadi daging buruan itu diawetkan terlebih dulu, lagian dulu belum ada kulkas masuk daerah ini. Nah daging ini bisa digoreng, disambal goreng, atau diapakan sesuai selera tambah nikmat kalau disantap bersama Sambal Kupang.

Ada yang unik sepanjang jalan SOE ke Kupang, di kiri kanan jalan ada tenda-tenda yang menjual Jeruk Soe dan Sarikaya. Jeruknya terbilang lucu, bentuknya seperti jeruk mandarin tapi lebih besar tetapi buahnya dan kulitnya ada ruangan berongga, jadi jeruknya peyot, tapi jangan kau remehkan rasanya, seger, manis lagi aromatik.

What is Chongqing 1949 Shows Tell About

thanks for reading, Located at Chongqing theatre, PRC, a 360 degree pivotal stage, what is realy tell about? In 1949, when the new China had...